Beauty Erawati, Sang Pendobrak Penghalang Keadilan Perempuan di NTB

BAGI kalangan aktivis hukum, perempuan dan anak di Nusa Tenggara Barat (NTB), nama Beauty Erawati sudah tidak asing. Melalui Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK), Beauty dikenal sebagai sosok yang gigih membela dan memperjuangkan keadilan bagi kaum perempuan dan anak di NTB.

Bahkan, melalui LBH APIK yang didirikannya di NTB pada 25 November 1998, Beauty dinilai berhasil mengubah paradigma tentang keadilan dan hak-hak perempuan dan anak di NTB.

Sepak terjang Beauty, kegigihan dan keberaniannya memperjuangkan keadilan perempuan dan anak di NTB, terpapar dalam buku yang ditulis oleh Nanik Mudayat, seorang wartawati di Lombok yang cukup produktif menulis buku. Buku dengan judul Beuty Erawati Menantang Kekuatan Memecah Kebisuan ini diterbitkan oleh Risalah Pustaka, Mataram, Januari 2024.

Buku setebal 300+xxiv ini dibuka dengan sambutan Pj Gubernur NTB, Drs H. Lalu Gita Aydai, M.Si., pengantar oleh Bert Marten, mantan Direktur Program Oxfam NZ, dan pengantar oleh Nanik Mudayat.

Buku berkisah tentang kiprah Beauty Erawati sejak 1998, di masa banyak orang, khususnya di NTB, tabu bicara tentang kasus-kasus kekerasan yang menimpa perempuan. Di era itu Beauty hadir dan dengan lantang melawan segala tindakan diskriminasi, meski teror, ancaman psikis dan fisik, dialaminya.

Ancaman bukan hanya datang dari lawan-lawan klien yang dibelanya, yang notabene sebagai pelaku tindak kekerasan, namun juga datang dari tokoh agama, tokoh adat dan tokoh masyarakat. Mereka menganggap perjuangan Beauty melalui LBH APIK sebagai bentuk pembangkangan dari ajaran agama dan adat istiadat.

Kala itu apa yang terjadi dalam rumah tangga adalah wilayah domestik yang tidak boleh dicampuri oleh orang lain, tetangga, bahkan hukum sekalipun.

Kerja keras Beauty dan tim LBH APIK selama bertahun-tahun, dengan segala bentuk teror dan ancaman, bahkan sudah setingkat “horor” akhirnya sedikit demi sedikit mulai menuai hasil. Secara perlahan perempuan di NTB mulai sadar akan hak-haknya. Ini dibuktikan dengan banyak perempuan yang merupakan korban kekerasan  berani bicara.

Keberhasilan Beauty memperjuangkan keadilan perempuan dan anak, salah satunya melalui Safari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dan melakukan audiensi dengan kepala daerah di NTB. Targetnya adalah lahirnya kebijakan yang sensitif gender. Kebijakan yang melindungi perempuan dan anak-anak yang menjadi korban kekerasan, termasuk perlindungan bagi para perempuan pembela HAM.

Selain kepala daerah, Beauty juga melakukan pendekatan ke tokoh-tokoh agama, tokoh adat dan masyarakat di NTB, khususnya di Lombok. Beauty juga melakukan komunikasi dengan para penegak hukum, mulai polisi, jaksa dan hakim, media massa, budayawan hingga komunitas.

Berkat perjuangan Beauty dan tim APIK, dalam konteks membela dan melindungi keadilan perempuan dan anak, di antaranya pada tahun 2009 terbit SK Gubernur NTB No 30 Tahun 2009 tentang Pelaksanaan Pemotongan Gaji untuk Nafkah Anak dan Mantan Istri di Lingkungan Pemerintah Provinsi NTB. SK ini menjadi peraturan gubenur yang pertama dan satu-satunya di Indonesia.

Kemudian rentang tahun 2005 dan 2007 Bupati Lombok Timur, Ali BD, menerbitkan SK Bebas Biaya Visum untuk Korban Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak; SK Nomor 12/2005 tentang Perlindungan, Penempatan dan Pembinaan Tenaga Kerja Asal Kabupaten Lombok Timur; dan Perda Lombok Timur No 7/2007 tentang Perlindungan Butuh Informal di Kabupaten Lombok Timur.

Juga di bawah kepemimpinan Beauty, LBH APIK NTB mencetak sedikitnya 600 paralegal yang kebanyakan tidak memiliki latar belakang ilmu hukum, bahkan ada yang tidak lulus SD. Paralegal ini membantu menangani dan mendampingi korban kekerasan terhadap perempuan dan anak serta perdagangan manusia.

Meski sejak 2017 Beauty menetap di New Zealand, namun orang tetap mengenalnya sebagai tokoh yang mewujudkan perlindungan bagi perempuan dan anak, bukan hanya dalam bentuk advokasi melainkan sekaligus melakukan gerakan intensif dalam mendorong perubahan paradigma kekerasan tersebut.

Buku ini disiapkan Nanik Mudayat bertahun-tahun sebelumnya, dan baru intensif menulis sepanjang tahun 2021-2023. Nanik melakukan wawancara jarak jauh dengan Beauty yang tinggal di New Zealand. Tidak kurang 40 narasumber diwawancarai untuk melengkapi buku ini.

Buku yang mempunyai nilai dokumentatif tinggi ini adalah sebuah penghargaan dan penghormatan kepada pendobrak penghalang terwujudnya keadilan bagi perempuan dan anak di NTB, yaitu Beauty Erawati.(bud)

 

 

Related posts