Negara Harus Hadir di Tengah-tengah Seniman

SIDOARJO – Pelataran Dewan Kesenian Sidoarjo (Dekesda) dipenuhi seniman serta aktivis pergerakan saat pembukaan pameran seni rupa Dua Perspektif, Minggu (2/6).

Nuansa pembukaannya gayeng, penuh keakraban, jadi ajang reuni jumpa seniman dengan aktivis yang biasanya turun ke jalan.

“Pameran ini sesuatu yang luar biasa, dimana seniman dan aktivis bisa berpadu dalam kegiatan berkesenian. Biasanya aktivis itu sulit bila diajak berkesenian,” kata Anom Surahno SH MSi, Assessor SDM Aparatur Ahli Utama, dalam sambutannya menggantikan Pakde Karwo yang sibuk dengan kegiatannya di Jakarta sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden RI.

Meski begitu, lanjut Anom, Pakde Karwo berencana hadir pada Jumat (6/6) untuk acara Doa dan Macapat dalam rangka merayakan bulan Bung Karno di Dekesda Art Center.

Menurutnya, di awal perayaan bulan Bung Karno tahun 2024 justru diawalinya dari Dekesda. “Belum ada yang merayakan, kecuali Dekesda yang mengawalinya untuk tahun 2024 ini,” tambah Anom sambil melantunkan parikan: Olah raga pagi pakai sepeda. Gak rugi duwe Dekesda.

Undangan pun aplaus riuh tepuk tangan dan berucap serentak: Cakepppp…

Anom mengaku diminta Pakde Karwo untuk memberi sambutannya tentang Pak Marhaen. Dikisahkan, Pak Marhaen adalah seorang petani. Dia punya lahan dan punya alat produksi yang namanya hewan yang tiap saat dipakai untuk membajak sawah.

Pak Marhaen juga punya tenaga kerja yaitu isteri dan anak-anaknya. Tetapi dia terpuruk kondisinya. “Ternyata problemnya adalah akses. Untuk itulah negara harus hadir ditengah petani sehingga petani harus berdaya,” tegas Anom.

“Kupikir-pikir Pak Marhaen ini hampir sama dengan para seniman. Seniman juga punya alat produksi sendiri. Dia tidak butuh modal, tenaga kerjanya juga didukung dari keluarganya sendiri. Maka, seniman itu termasuk keluarga Marhaen, dimana negara harus hadir di tengah-tengah seniman,” ujarnya menyemangati para seniman.

Memang, lanjutnya, ada korelasi antara Pak Marhaen yang seorang petani dan Pak Marhaen yang seorang perupa. Ini tugas berat Mas Ribut Wiyoto selaku Ketua umum Dekesda, dimana negara harus benar-benar hadir di tengah seniman.

Di bulan Bung Karno ini, Anom meminta para aktivis sejenak bermenung untuk melihat karya karya seni yang menerjemahkan kehidupan sosial kedalam disain komunikasi visual, berupa lukisan.

Dia memuji penyelenggaraan pameran ini merupakan bentuk pikiran cerdas, dimana kita di dalam menerjemahkan kritik sosial ini ke dalam format lukisan.

“Kegiatan pameran yang luar biasa ini dapat memberi warna sendiri di dalam bulan Bung Karno ini. Saya lihat kegiatan Bulan Bung Karno ini diawali di Dekesda. Belum ada yang lain. Tapi kita sudah mengawali. Saya sangat terkesan,” papar dia.

Dia mengumbar cerita bahwa perupa Sentot Usdek adalah sahabatnya sejak bersama-sama kuliah di Fakultas Hukum Unair tahun 1982. “Dulu kami pernah berurusan dengan Kodam gara-gara karikaturnya Mas Sentot. Dulu kami punya majalah namanya Pamflet. Di era itu, pemerintah melarang segala bentuk pamflet politik. Tapi justru kami membuat Pamflet yang isinya kritik sosial,” ungkapnya.

Selain itu, seminggu sekali kami membuat berita sepekan, karikaturnya yang membuat Mas Sentot, dimuat di koran Suara Indonesia.

Kritik sosial itu yang membuat kami akhirnya berurusan dengan Kodam di masa kami kuliah.

Sedangkan kedekatannya dengan perupa Desemba Sagita diawali ketika masa pergerakan mahasiswa di Jalan Sawentar, Surabaya.

“Karya lukisannya ada di ruangan saya. Dua orang berlatar belakang beda ini, namun mampu menyatukan persepsi dalam keberagaman kehidupan.” katanya.

Lalu, dilantunkan parikan:
Jajanan Gatot diparingi simbah. Jumlahe papat. Nek Cak Sentot ketemu Cak Desemba, Bulan Bung Karno jadi semangat.

Di akhir sambutannya, Anom Surahno menutup dengan parikan: Numpak jaran gawa silotip. Menuju ke desa bersama si Doi. Selamat berpameran Dua Perspektif. Semoga Tuhan Yang Maha Esa meridhoi.

“Semoga pameran ini memberi berkah kepada kita semua dan bisa memberi warna di dalam budaya kita berkesenian,” harap dia.

Sementara itu, Asisten Perekonomian dan Pembangunan Pemkab Sidoarjo Makhmud SH MM, yang mewakili Plt Bupati Sidoarjo menyatakan bahwa
Pemkab Sidoarjo sangat mendukung tokoh-tokoh seni budaya dalam kiprahnya.

Pemkab Sidoarjo sangat memerlukan bagaimana membangun Kabupaten Sidoarjo ini berpijak pada seni budaya.

“Rencana Pemkab Sidoarjo akan mengadakan festival seni budaya pada momen 17 Agustus sehingga ini sebagai bentuk kepedulian pemkab untuk momen wisata. Mudah mudahan terencana dengan baik,” kata Makhmud.

Ketua Umum Dakesda Ribut Wiyoto menyatakan bahwa teman seni budaya memiliki cinta yang sangat luara biasa terhadap seni budaya.

Dia mencontohkan pada saat Hari Jadi Kabupaten Sidoarjo pada Januari lalu, seniman dan budayawan Sidoarjo menggelar acara pawai secara swadaya.

“Ulang tahun kabupaten Sidoarjo itu milik masyarakat. Termasuk milik seniman dan budayawan. Karena itu, ketika pemkab tak merayakannya, kami merayakan sendiri momentum itu dengan biaya sendiri,” ujar Ribut.

Ribut menyatakan terima kasihnya pada pendukung acara Pameran Seni Rupa Dua Perspektif yang digelar dalam memeringati bulan Bung Karno.

Tak hanya elemen Pengurus Alumni (PA) GMNI Sidoarjo dan GMNI Sidoaejo sebagai pendukung utama. Namun Dekesda melibatkan elemen lain seperti Lesbumi Jawa Timur, Pemuda Pancasila, IPPNU, Paguyuban Sekar Kawedar, Paguyuban Jenggala Manik, dan jurnalis media DNNMedia.net, RadarJatim.id, dan Sidoarjokini.com. (anto)

Related posts